Sabtu, 23 Januari 2010

PUPUS

Pupus, tercipta saat kita tak mampu untuk meraihnya. simfoni yang dulu alunkan nada harmoni hati menjadi mati. bunga yang dulu mekar kini telah berguguran. cahaya yang dulu terang sekarang semakin memudar menjadi kegelapan.

Pupus, tercipta ketika kita menyadari apa yang dilafazkannya itu semu, hampa, menderitakan dan berkhianat. hingga Roman Picisan pun membakar karya teragungnya. dan oleh karenanya air mata jatuh serta jadikan tubuh tak berdaya.

Pupus, tercipta ketika tak ada seorangpun yang menyatukan pecahan kaca jiwa. meneguk keringnya cinta yang tak jadikan kita utuh dengan racunnya. kepadanya kerinduan dan tangis hanya terobati oleh angan. setelahnya kepahitan yang ada dalam pikiran maupun jiwa.

Pupus, tercipta ketika kita tak mampu menggapai hari-hari asing itu. mencoba membalikkan waktu agar kita berada pada masa indah dahulu. bercengkerama dengan suasana gembira tanpa takut bahwa kita semua pasti akan berpisah saat takdir itu datang. sejenak melupakan rasa jemu dengan meluapkannya penuh ambisi kita akan selalu bersamanya.

Pupus, tercipta saat tubuh akan menjadi tulang. kita melihatnya terbang bersama iringan tangisan dan doa yang menuntunnya untuk kekal selamanya. apa yang diimpikan dan kita impikan menjadi sirna. seperti lilin-lilin kecil dihempaskan oleh angin yang mendera ranting-ranting cemara di malam hari hingga daunnya jatuh dan menusuk ke lubuk hati yang terdalam.

0 komentar:

Posting Komentar